Pembahasan Kenaikan Harga BBM 2013
Asumsi
Pengaruh Perekonomian Pasca Kenaikan BBM
Oleh:
Khoirul Zadid Taqwa
Latar Belakang
Bahan bakar minyak (BBM) selalu
menjadi topik hangat negeri Indonesia. Setelah pemerintah sempat menunda
kenaikan harga BBM pada tahun lalu, akhirnya pada tahun ini kenaikan BBM sudah
tak terelakkan lagi. Tekanan pada APBN memaksa pemerintah untuk menaikkan harga
BBM. Kenaikan tersebut dilakukan untuk mengendalikan defisit anggaran yang
membengkak sebesar 3,83 persen dari target sebelumnya hanya sebesar 1,63
persen.
Kondisi defisit APBN ini sangat kompleks.
Permulaannya ada adalah produksi dari dalam negeri BBM yang mencapai 860 ribu
barel per hari tidak dapat menutup permintaan masyarakat sebesar 1,5 juta liter
per hari (data tahun 2012). Akhirnya pemerintah terpaksa mengimpor minyak dari
luar negeri.
Apabila dianalisis melalui
pendapatan Indonesia dari bisnis perminyakan dengan asing, maka Indonesia
memiliki profit Rp 246,3 Triliun. Namun pendapatan itu menjadi minus ketika
pemerintah harus menggunakan profit tersebut untuk subsidi BBM, gas, dan
listrik sebesar Rp 274,7 Triliun (data tahun 2012). Hal ini menjadi pelajaran
untuk pemerintah pada tahun 2013.
Data BPS pada tahun 2013 menunjukkan
bahwa sepanjang bulan Januari hingga bulan Maret 2013 Indonesia telah mengimpor
BBM sebesar Rp. 68,9 Triliun dan memiliki tren konsumsi 10,4 Juta kiloliter.
Sehingga pemerintah memprediksi subsidi akan jebol 6 persen pada tahun 2013.
Hitung-hitungan APBN di atas masih
diperparah oleh kondisi perekonomian yang tidak menentu akibat krisis global.
Krisis global ini mengakibatkan kombinasi dari tingginya harga International
Crude Price (ICP) dan menurunnya nilai tukar rupiah. Hal ini tentu menjadi masalah
ketika konsumsi masyarakat akan BBM bersubsidi sangat besar. Tentu peristiwa
ini akan mengancam kesinambungan fiskal Indonesia.
Begitu vitalnya BBM ini, mau tak mau
pasti mempengaruhi keseluruhan aktifitas ekonomi baik secara makro dan mikro.
Oleh karena itu pemerintah merevisi sejumlah asumsi perekonomiannya pada tahun
ini. Yaitu pertumbuhan ekonomi yang semula dipatok pada angka 6,5 persen
diturunkan menjadi 6,2 persen dan tingkat inflasi yang semula dipatok pada
angka 4,9 dinaikkan menjadi 7,2 persen. Sehingga untuk menjaga stabilitas
ekonomi, pemerintah perlu untuk menyiapkan sejumlah skema pemberian dana
bantuan pada masyarakat miskin sebagai kompensasi atas naiknya harga BBM.
Kompensasi Kenaikan Harga BBM Bersubsidi
Beberapa kompensasi pemerintah
terhadap masyarakat miskin akibat kenaikan harga BBM ini antara lain dengan (i)
Program Percepatan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S), yang meliputi program
Raskin (beras untuk masyarakat miskin), Program Keluarga Harapan (PKH), dan
Beasiswa Siswa Miskin (BSM), (ii) Penyaluran Bantuan Langsung Sementara
Masyarakat (BLSM), dan (iii) Pembangunan infrastruktur dasar. Beberapa
kompensasi sebesar 29-30 Triliun itu digunakan untuk menjaga penurunan daya
beli masyarakat miskin sehingga diharapkan memberi kontribusi positif terhadap
tingkat kesejahteraan masyarakat.
Analisis Ekonomi Saat Bulan Ramadhan
Ketidakpastian kenaikan harga BBM
memperparah kondisi ekonomi Indonesia. Hal ini karena kenaikan harga BBM yang
semakin mendekati Bulan Ramadhan menjadikan beban tersendiri bagi pemerintah.
Berdasarkan
pengalaman sebelumnya, setiap memasuki bulan ramadhan perekonomian Indonesia
selalu mengalami inflasi sebesar 0,9 hingga 2 persen. Apabila dianalisis dari
penyebabnya maka penyebab inflasi pada saat itu disebabkan oleh demand pull-inflation. Peristiwa ini
sebenarnya peristiwa temporal yang terjadi karena tekanan permintaan yang besar
menjelang hari raya idul fitri.
Dalam
hubungannya dengan permintaan maka kita akan berbicara mengenai konsumsi.
Konsumsi berdasarkan tingkat kebutuhannya dibagi menjadi tiga, yaitu konsumsi
barang primer, sekunder, dan tersier. Menjelang idul fitri, maka akan ada
berbagai macam transfer payment dan
pengurangan saving yang dilakukan
oleh masyarakat sehingga konsumsi agregat bertambah. Sesuai dengan hukum
permintaan dan penawaran, ketika konsumsi agregat naik, maka harga
barang-barang pun juga mengalami peningkatan.
Masalah
dari inflasi adalah ketika naiknya harga barang dan jasa secara agregat maka
masyarakat tidak mampu membelinya, khususnya barang sekunder dan tersier. Hal
ini diperparah dari efek naiknya harga BBM. Maka bagaimanapun alasannya,
kegiatan perekonomian tidak bisa terlaksana dengan maksimal karena ketika
seseorang tidak bisa memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier maka ia tidak bisa
memenuhi sunah dari ibadah. Fakta inflasi yang selalu terjadi tiap bulan
merupakan bukti pergeseran pola kehidupan dari zaman Rasulullah. Padahal
apabila kita melihat pada zaman Rasulullah, bulan Ramadhan merupakan bulan yang
penuh berkah dimana setiap orang berlomba-lomba melakukan perbuatan baik yang
terdiri dari amal dan ibadahnya.
Tentu
peristiwa ini bukanlah masalah bagi umat muslim ketika pada hari raya idul fitri
bila mereka masih memegang teguh ajaran Rasulullah. Hal ini disebabkan karena
terdapat berbagai macam transfer payment
baik dalam bentuk zakat, infaq, dan sedekah maupun dalam bentuk THR. Kemudahan
ini juga tidak lepas dari campur tangan pemerintah dalam kebijakan kompensasi
atas kenaikan harga BBM dan kebijakan fiskal dan moneternya untuk mempengaruhi
harga pasar.
Apabila
dianalsis melalui persamaan konsumsi yang sederhana maka dapat ditemukan betapa
menguntungkannya zakat itu. Misal seorang A memiliki fungsi konsumsi C=
100+0,4Y yang merupakan fungsi konsumsi orang kaya dibandingkan seorang B yang
memiliki fungsi konsumsi C=100+0,8Y. Apabila A memiliki pendapatan (y) sebesar
1000 maka konsumsinya sebesar 500. Apabila ia berzakat kepada B sebesar 100, maka
pendapatan A menjadi 900 sehingga konsumsi A menjadi 460. Dan apabila B
memiliki pendapatan sebesar 100, maka konsumsinya 180. Bila menerima zakat dari
B sebesar 100 maka pendapatannya menjadi 200. Sehingga konsumsinya mejadi 260.
Jadi, transfer pendapatan 100 akan menambah kenaikan konsumsi sebesar 40.
Dengan
pengurangan konsumsi yang berlebihan dan simpanan yang menumpuk maka
tersalurkanlah “kemampuan” berbentuk transfer payment sehingga konsumsi yang
dilakukan oleh umat muslim merata. Inilah yang menyebabkan perekonomian pada
zaman Rasulullah tetap stabil meskipun pada hari idul fitri konsumsi umat
muslim meningkat.
Oleh karena itu, betapa pentingnya
ekonomi Islam sebagai alasan seseorang melakukan kegiatan ekonomi sehingga
persoalan ekonomi Indonesia, baik kemiskinan hingga inflasi mampu diatasi
dengan mudah. Dalam penerapannya memang tidak mudah, tetapi dimulai dari yang
kecil yang mampu kita lakukan niscaya akan membawa manfaat. Sesuai dengan
firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 139:
وَلَاتَهِنُوْا وَلَا
تَحْزَنُوا وَاَنْتُمُ الْاَعْلَوْنَ اِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ
“Dan
janganlah kamu merasa lemah, jangan pula merasa bersedih hati, sebab kamu
paling tinggi (derajatnya) jika kamu beriman”.
Referensi
Dokumen APBN 2013 dari
Kementrian Keuangan
Buku Statistik
Indonesia dari BPS
Handbook
of Energy & Economic Statistic of Indonesia 2012
dari kementrian ESDM
Karim, Adiwarman A.
2010. Ekonomi Mikro Islami. Edisi Ke 3. Jakarta: Rajawali Pers
Tags:
Economics
0 komentar