Kebijakan Ekonomi Pemerintah Pascadepresiasi Rupiah 10 %

Terdepresiasinya rupiah hingga 10% telah terjadi pada Hari Kamis 22 Agustus 2013. Hal ini mengakibatkan harga dasar untuk 1 US Dollar sama dengan Rp 10.000 sangat berat, apalagi dengan capaian harga dasar 1 US Dollar sama dengan Rp 9.000 sangatlah mustahil. Akan tetapi pada peristiwa kali ini pemerintah Indonesia masih beruntung dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya karena Indonesia merupakan salah satu negara yang terlemah mata uangnya setelah India.

Latar Belakang
Terdepresiasinya Rupiah hingga kisaran sebelas ribu merupakan sebuah fenomena yang langka. Pada kasus ini disebabkan karena berkurangnya stok dollar di dalam negeri. Hal ini disebabkan oleh perilaku investor yang menarik kembali dana investasi dari Indonesia. Para investor masih menunggu sebuah kebijakan dari The Fed (Bank Sentral Amerika Serikat) yaitu Quantitative easing yang akan diluncurkan pada Bulan September mendatang.

Kebijakan Quantitative easing merupakan kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral untuk membangkitkan perekonomian negara ketika kebijakan moneter yang biasa digunakan tidak berfungsi semestinya. Pada kebijakan ini bank sentral melakukan pembelian aset keuangan dari bank umum dan perusahaan swasta sehingga mampu meningkatkan monetary base. Hal ini berbeda dengan kebijakan biasa yang membeli atau menjual obligasi pemerintah untuk menjaga tingkat suku bunga pada target ekonomi yang ditentukan. Kebijakan ini merupakan salah satu upaya Amerika untuk memulihkan kondisi perekonomian mereka pascakrisis

4 Paket Kebijakan Ekonomi
Keesokan harinya (Jum’at, 23 Agustus 2013) sebelum Jum’atan Menko Hatta Rajasa beserta beberapa menteri lainnya mengumumkan beberapa kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah pascadepresiasi ini. Mereka berharap agar defisit pada transaksi berjalan pada kuartal III dan IV akan menurun dan momentum pertumbuhan ekonomi tetap terjaga. Kebijakan itu dikenal dengan 4 paket kebijakan pemerintah yang di antaranya adalah sebagai berikut:

1.    Memperbaiki neraca transaksi berjalan dan menjaga nilai tukar rupiah
A)   Pemerintah akan melakukan langkah mendorong ekspor dengan memberikan deduction tax pada sektor ekspor minimal 30% dari produksi
B) Menurunkan Impor Migas. Yaitu dengan meningkakan porsi penggunaan biodiesel dalam porsi solar sehingga akan mengurangi konsumsi solar yang berasal dari impor. Kebijakan ini akan menurunkan impor migas secara signifikan
C) Menetapkan pengenaan pajak Bea Masuk yang berasal dari barang impor mewah. Seperti mobil CBU, barang bermerek yang sekarang 75% akan menjadi 125% hingga 150%.
D) Melakukan langkah memperbaiki ekspor mineral dengan memberikan relaksasi prosedur terkait kuota

2.    Menjaga pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat.
Paket ini bertujuan menjaga pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat. Pemerintah akan memberikan insentif dengan tetap memastikan bahwa defisit fiscal berada pada kisaran 2,38 %. Dengan menjaga defisit pada baasan aman ini pemerintah memastikan pembiayaan APBNP 2013 dalam kondisi aman. Adapun insentif tersebut terkait dengan :
1.  Tax Deduction pada industry padat karya
2.  Relaksasi fasilitas industry padat karya
3.  Penghapusan PPN buku
4.  Penghapusan PPN dasar yang sudah tak tergolong barang mewah
5.  Pentingnya menjaga UMP untuk mencegah terjadinya PHK dengan skema kenaikan Ump yang mengacu pada KHL produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dengan membedakan kenaikan upah minimum industri yaitu UMK industry padat karya dan padat modal
6.  Insentif pada jangka menengah addition deduction untuk litbang
7.  Mengoptimalkan penggunaan tax allowance untuk insentif investasi

3.    Menjaga daya beli masyarakat dan inflasi
Pemerintah akan berkoordinasi dengan BI. Dari sisi pemerintah akan mengatasi inflasi atau volatile food dengan mengubah tata niaga daging sapidan holtikultura dari pembatasan sistem kuota menjadi mekanisme yang andalkan harga

4.    Melaksanakan percepatan investasi
Dengan paket ini pemerintah akan mengambil langkah:
1.  Menyederhanakan perizinan dengan mengefektifkan fungsi pelayanan satu pintu dan menyederhanakan jenis perizinan yang menyangkut kegiatan investasi. Sebagai contoh saat ini sudah ada perizinan investasi hulu migas dari 69 jenis menjadi hanya 8 jenis
2.  Mempercepat untuk menyelesaikan revisi PP tentang DNI (Daftar Negatif Investasi) yang lebih ramah bagi investor
3.  Mempercepat program investasi berbasis agro, CPO, kakao, rotan, mineral, logam, bauksit, nikel, dan tembaga dengan memberikan insentif berupa tax holiday dan tax allowance serta percepatan renegoisasi kontrak karya dengan PKP2B

Dilema impor
Pada umumnya pondasi perekonomian kita untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri kita masih belum kuat secara fundamental. Bayangkan saja Indonesia yang merupakan negara agraris masih mengimpor segala bentuk bahan pokok dan faktor produksi makanan yang lain. Tentu ini akan meningkatkan biaya faktor produksi sehingga meningkatkan harga barang pokok untuk kebutuhan masyarakat.

Sektor yang paling krusial ketika depresiasi terjadi adalah sektor migas. Disinilah kelemahan negara kita. Permintaan akan migas yang tinggi disertai dengan daya beli yang rendah. Selain itu berbagai tindakan kriminal dalam distribusi migas sering terjadi. Disisi perusahaan, mereka sangat membutuhkan migas untuk faktor produksi mereka. Tentu ketika rupiah mengalami depresiasi perusahaan yang rapuh akan segera gulung tikar.

Apabila beberapa hal di atas tak bisa diimbangi dengan ekspor dan investasi dalam menguatkan dollar maka inflasi tak terbendung lagi. Akibatnya daya beli masyarakat akan menurun, kesejahteraan pun juga ikut menurun.

Keseimbangan
Secara iklim perdagangan, eksportir sangat didukung dengan kondisi yang menguntungkan. Mereka akan mendapatkan profit yang sangat besar bila biaya produksi mereka dalam negeri yang rendah ditambah dengan insentif dari pemerintah mampu mengurangi rintangan dari segi regulasi. Karena sekarang misi sebuah negara adalah “berburu dollar” untuk meningkatkan devisa negara sehingga mampu menyehatkan neraca perdagangan.

Akan tetapi rencana dalam menggairahkan ekspor tidak semudah yang dibayangkan. Pastinya sebuah perusahaan eksportir ada yang membutuhkan bahan baku dari impor. Tentu ini memerlukan perhitungan yang cermat. Hal ini belum termasuk keadaan negara yang mengimpor produk kita. Ketika negara lain juga menerapkan kebijakan high barrier to import pasti akan susah juga untuk menyukseskan misi “berburu dollar” itu.

Selain itu, sebuah perusahaan eksportir tentu juga melihat kebutuhan dalam negeri. Pada tahapan pertama mereka harus memperhatikan permintaan domestik terlebih dahulu. Masalahnya depresiasi nilai rupiah ini membuat daya beli masyarakat kian menurun akibat faktor lain. Hal ini akan memaksa eksportir untuk sedikit menurunkan harga untuk menyesuaikan daya beli masyarakat yang menurun itu.

Bila dilihat dari pelaksanaan kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi akhir-kahir ini, penerapan empat kebijakan tersebut terlihat tak semulus yang diharapkan. Terutama dalam mengawal paket kebijakan ini. Hal ini diakibatkan oleh keadaan pasar yang sangat banyak sekali variabelnya. Apalagi dalam mengatur masyarakat yang sangat banyak. Bayangkan sebanyak 250 juta penduduk bukanlah angka yang kecil.

Bagaimanapun solusi yang ditawarkan pasti akan menimbulkan pro dan kontra. Kesuksesan sebuah kebijakan tergantung dengan persiapan yang matang sehingga mampu melaksanakannya dengan lancar. Pelaksanaan kebijakan yang lancar tentu harus dikawal dengan serangkaian kebijakan lain agar mampu menyejahterkan seluruh masyarakat di Indonesia pada situasi ini. Oleh karena administrasi yang baik, konsisten, tegas, dan jelas akan mampu mendorong masyarakat untuk ikut mendukung kebijakan pemerintah tersebut.

Semoga kebijakan-kebijakan ini sesuai dengan target kita sehingga perekonomian Indonesia mampu bangkit dari depresiasi ini dan melanjutkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan pemerataan kesejahteraan yang adil.

Referensi:
Editorial Media Indonesia


Share:

0 komentar