Upah Buruh dalam Perspektif Islam
Intinya curhatanku pas ngerjain study case ...
ini Videonya
ini Videonya
Upah Buruh, Sebuah Telaah dalam Perspektif Syariah
Bismillahirrahmanirrahim
Pembahasan
mengenai upah buruh saat ini merupakan sebuah topik yang tengah menghangat. Hal
ini tidak terlepas dari benturan kepentingan yang berada di dalamnya. Pada satu
sisi, para buruh memiliki hak untuk meminta kenaikan upah mengingat harga-harga
kebutuhan pokok yang begitu tinggi. Namun di sisi lain, pengusaha memiliki hak
pula untuk meraih keuntungan yang dapat memastikan kelangsungan usaha mereka
sehingga kenaikan upah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan biaya produksi
membengkak dan membuat iklim investasi tidak kondusif. Pemerintah sebagai
penengah dari dua kepentingan tersebut berada pada kondisi yang menuntut
kehati-hatian agar tidak salah dalam membuat keputusan.
Jika
dilihat dari persepektif para buruh, kenaikan upah mereka merupakan suatu
tuntutan yang bersifat urgen karena kenaikan harga kebutuhan pokok menuntut
adanya penyesuaian terhadap pendapatan mereka. Selain upah, mereka juga
menuntut adanya pemenuhan jaminan kesehatan secara penuh yang dapat membuat
mereka tenang dalam bekerja dan meringankan beban mereka yang telah banyak
terhimpit oleh berbagai macam kebutuhan.
Adapun
dari sisi pengusaha, tuntutan efisiensi dalam produksi menjadikan mereka
berusaha memaksimalisasi laba, baik dengan meningkatkan pendapatan maupun
mengurangi biaya. Kenaikan upah buruh yang merupakan salah satu komponen biaya
dalam produksi kontraproduktif dengan upaya efisiensi perusahaan sehingga
pengusaha cenderung menolak memberi kenaikan upah yang terlalu tinggi karena
dapat menurunkan laba bahkan merugikan perusahaan. Jika hal ini dibiarkan
terjadi maka banyak pengusaha dan investor yang gulung tikar bahkan hengkang
dari Indonesia karena upah buruh yang terlalu mahal.
Islam,
sebagai sebuah sistem kehidupan yang menyeluruh tentu telah memberikan jawaban
atas seluruh permasalahan manusia, termasuk perekonomian. Pada dasarnya,
hubungan antara pengusaha dan buruh di zaman modern ini telah dipraktikkan
sejak zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat. Upah atau
ujroh dalam bahasa Arab di dalam Islam sangat berhubungan dengan konsep
materi dan etika moral, berbeda dengan ekonomi konvensional yang memandang
bahwa upah hanyalah suatu konsep material semata. Karena itulah alternatif yang
Islam berikan sangat berbeda dalam pengupahan akan berbeda dengan konsep
ekonomi konvensional.
Berikut
ini merupakan beberapa langkah sesuai syariah yang dapat dilakukan untuk
memberi solusi bagi permasalahan pengupahan.
1.
Pemerintah perlu memberikan kebijakan yang dapat membantu pengusaha
mengurangi biaya produksi sehingga dapat berproduksi secara efisien. Menurut
Karim (2012), penghapusan bunga yang merupakan elemen biaya tetap akan mampu
memberikan peningkatan efisiensi bagi perusahaan, dan justru dengan sistem bagi
hasil yang baik dan benar maka efisiensi perusahaan akan tercapai. Karena itu kebijakan
penghapusan bunga yang diharamkan oleh syariah akan membantu perusahaan lebih
efisien sehingga pengusaha tidak keberatan dalam menaikkan upah buruh.
2.
Penegakan hukum secara tegas dan berkeadilan akan mampu mengurangi
adanya beberapa permasalahan yang dialami pengusaha seperti pungutan liar,
kerumitan birokrasi dan lain sebagainya sehingga perusahaan akan semakin meningkatkan
efisiensi perusahaan. Selain itu, hal ini dapat memberi nilai tambah bagi para
investor terhadapt iklim investasi di Indonesia.
3.
Pemenuhan kebutuhan para buruh akan jaminan kesehatan dapat
diupayakan melalui CSR maupun zakat yang dikeluarkan perusahaan dengan bekerja
sama dengan perbankan syariah, asuransi syariah, LAZ, maupun gabungan
ketiganya. Dana CSR dapat dikelola menjadi dana cadangan yang dapat digunakan
untuk membantu kebutuhan buruh melalui mekanisme akad seperti qardhul hasan (pinjaman
kebajikan) maupun hibah perusahaan. Adapun dana zakat dapat disalurkan ke salah
satu jenis mustahik yakni fi sabilillah, karena sifatnya yang diutamakan
untuk kemanfaatan umat dan umum maka dana tersebut dapat dijadikan modal
pembangunan instalasi kesehatan buruh, membangun program pengawasan kesehatan
kerja dan lain sebagainya sebagai bagian dari jaminan kesehatan bagi para
buruh. Selain dapat memenuhi kebutuhan para buruh, hal ini dapat menjadi
peluang bagi institusi keuangan syariah untuk meningkatkan cakupan pasarnya.
4.
Salah satu hadis Rasulullah dalam 12 Riyadhus Shalihin nomor
12 melalui sahabat Ibnu ‘Umar menyebutkan bahwa salah satu laki-laki yang
terjebak dalam gua beramal shalih dengan menginvestasikan upah sang pekerja
sehingga sang pekerja memiliki aset saat mengambil upahnya. Jika ditilik dalam
konteks kekinian, maka perusahaan dapat mengambil kebijakan untuk menjadikan
sejumlah proporsi upah buruh untuk diinvestasikan, baik berupa aset produktif
yang dimiliki secara bersama oleh para buruh atau serikat buruh maupun berupa
pelatihan. Hal ini menjadi kebutuhan mutlak para buruh agar mereka memiliki
aset yang dapat mereka gunakan sebagai penghidupan selain dari bekerja secara
reguler serta kesempatan mengikuti pelatihan dapat meningkatkan kualitas dan
kemampuan pekerja. Buruh dengan modal aset yang produktif dan keterampilan yang
baik akan menjadi nilai tambah bagi buruh itu sendiri maupun bagi investasi di
Indonesia. Sungguh ironis jika peningkatan upah buruh tidak diikuti dengan
peningkatan kualitas para buruh maupun peningkatan aset para buruh.
5.
Islam sangat menjunjung tinggi sikap kerja keras. Maka, penetapan
upah jangan sampai terlalu rendah sehingga membuat buruh kehilangan motivasi
bekerja dan juga jangan sampai terlalu tinggi sehingga dapat mendorong ke arah
perilaku israf (berlebihan) dan mubazir (boros). Karena itu, penetapan
upah harus diimbangi dengan pendidikan dan pengawasan perilaku buruh agar tidak
kontraproduktif dengan upaya peningkatan etos kerja para buruh.
Allah
telah berfirman di dalam Al Qur’an surah Az-Zukhruf ayat 32: “... Kamilah
yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia. Dan kami telah
meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat agar
sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain...” Hubungan antara
pengusaha dan buruh pada dasarnya adalah sunnatullah yang Allah sebutkan pada
ayat di atas. Maka, agar hubungan mu’amalah tersebut dapat berjalan
dengan baik haruslah terjadi keadilan dan keridhaan sesuai tuntunan sehingga
setiap pihak dapat merasakan kemaslahatan bersama-sama secara sukarela sesuai
firman Allah di surah An-Nisa’ ayat 29 “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan cara yang bathil kecuali
dengan perniagaan berdasar suka sama suka di antara kamu...”
This Essay has been written on SHAPEC (Sharia Paper Competition) 2013 FEB UGM
Special Thanks to :
Written By :
1. Andhika Ramadhanu
2. Imam Wahyudi Indrawan
3. Khoirul Zadid Taqwa
Tags:
Economics
Islamic Economics
0 komentar