Perjalanan Pendidikan Islam Kontemporer

             
  Ekspansi kolonialisme barat dan kekalahan Turki dalam perang dunia pertama menandai runtuhnya sistem Islam yang menjadi acuan ilmu pengetahuan dunia. Pada saat itu sistem pendidikan yang ada menjadi memisahkan antara pendidikan agama dan pendidikan pengetahuan umum. Adapun pendidikan Islam seperti pesantren menjadi pendidikan yang tidak resmi dan tidak diakui negara.

                Perjuangan sistem pendidikan Islam mulai diinisiasi oleh ilmuan-ilmuan muslim Amerika pada tahun 1960-an. Mereka mulai bersatu untuk membentuk gerakan Islamisasi ilmu pengetahuan. Islamisasi ilmu pengetahuan itu sendiri bertujuan untuk menciptakan iklim religi dan moralitas yang tinggi di setiap aktivitas manusia.

                Gerakan Islamisasi ilmu pengetahuan semakin diperkuat dengan penyelenggaraan sebuah konferensi di Jeddah, Saudi Arabia tahun 1977. Konferensi ini dihadiri oleh 313 cendekiawan dari seluruh dunia. Secara khusus, konferensi ini merumuskan tujuan pendidikan yaitu menciptakan insan religius dan unggul. Konferensi ini juga bertujuan membongkar sekat-sekat dalam agama Islam agar bersatu dan membongkar sekularisme pendidikan. Salah satu kampus yang berhasil didirikan berdasarkan hasil konferensi itu adalah International Islamic University Malaysia dan International Islamic University Islamabad.

                Perjuangan Islamisasi pengetahuan ini juga dilakukan melalui penggabungan multidisplin ilmu. Penggabungan multidisiplin ilmu yang dimaksud adalah penguatan konstruksi ilmu modern melalui fundamental Islam. Penerapan konsep ini dapat dilihat dari dua kampus hasil konferensi di Jeddah. Dalam perkembangannya, penerapan ini juga dilakukan di Indonesia, seperti STEI Tazkia, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, dan universitas negeri Islam lainnya. Konsep rekonstruksi ilmu modern ini pada dasarnya adalah dengan menguatkan dua hal. Pertama adalah penguatan bahasa Arab dan kedua adalah menguatkan hafalan Al Qur’an dan hadits. Kampus Islam memberikan porsi yang lebih besar dalam penguatan pengetahuan Islam. Mereka melakukannya dengan memasukkan materi turunan Al Qur’an dan hadits seperti Ushuludin, Syariat, dan Muamalat dan dikombinasikannya dengan ilmu modern yang ada seperti matematika, fisika, ekonomi, politik, dan sebagainya.

                Apabila saat ini dikatakan bahwa spesialisasi ilmu adalah penting, maka bukan berarti meninggalkan konsep sosial dan agama sama sekali. Bagaimanapun IQ, EQ, dan SQ harus seimbang. Ada batas minimal penguasaan tiga elemen tersebut. Islam menyediakan pengetahuan berlandaskan moral yang khas seakan mewajibkan setiap umatnya menguasai fundamental agama terlebih dahulu. Fakta yang ada justru penguasaan fundamental Islam yang baik akan mendorong pengembangan ilmu yang ada. Banyak ilmuan seperti Ibn Khaldun, Ibn Sina, Ibn Rusyd dan ilmuan Islam lainnya yang memiliki ketajaman keilmuan. Mereka justru menjadi rujukan teori-teori modern saat ini meski barat saat ini telah menghilangkan konsep keislamannya, bahkan penemunya.


                Gaya hidup Islami di akhir abad 20 ini berkembang sangat cepat. Industri muslim sektor keuangan, makanan, hiburan, dan fesyen menjadi lahan yang menarik untuk mengembangkan Islam sekaligus meraup profit. Oleh karena itu pendidikan saat ini mau tidak mau harus mengadopsi pengetahuan Islam sehingga lulusannya mampu bertahan di tengah derasnya arus persaingan global.

Share:

0 komentar