Menggenggam Bhinneka Tunggal Ika


Perbedaan itu selalu ada pada makhluk yang memiliki nafsu. Bagaimanapun itulah kodrat manusia. Perbedaan tidak bisa dihapuskan. Kehidupan berbangsa dan bernegara dapat bejalan karena perbedaan. Hal ini tergantung dengan cara mengelolanya.

Mazhab bhinneka tunggal ika adalah mazhab yang digunakan oleh para pencetus Indonesia untuk menyatukan Indonesia. Bhinneka tunggal ika merupakan kutipan kakawin Jawa Kuno yaitu kakawin sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14.

Kutipan tersebut terdapat di pupuh 139, bait 5. Bait ini secara lengkap berbunyi: “Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa, Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen, Mngka ng Jinatwa kalawan Siwatwa tunggal. Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrawa.”

Terjemahannya: “Konon Buddha dan Siwa merupakan dia zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran…

Dahulu kerajaan yang dikenal sebagai kerajaan nasional ke-2 sangat menggenggam makna bhinneka tunggal ika ini. Majapahit sangat menghargai masyarakat yang bertuhan karena perkara tuhan adalah perkara kebenaran walaupun berbeda agama.

Filosofi ketuhanan ini begitu mengakar kuat dalam masyarakat kerajaan saat itu. Sehingga ke-bhinnekaan ini mampu digenggam erat ibarat ukhuwah Islamiyyah di timur tengah. Anehnya adalah agama Buddha maupun agama Hindu bukanlah agama samawi, tetapi mampu hidup berdampingan dengan mesra.

Memang, menata penduduk dalam menghadapi kesulitan lebih mudah daripada menata penduduk yang sudah merdeka. Bahkan penulis ekonomi Hitman mengakuinya sendiri. Dia mengatakan bahwa mengusir penjajah lebih mudah daripada memimpin negara, apalagi sebesar Indonesia. Parahnya, sekulerisme lebih nampak di Indonesia daripada di negara Islam yang lain. Sudah terlihat banyak sekali korban pertikaian padahal sesama muslim.

Yang paling lucu adalah pemeluk agama yang takut pada agamanya sendiri. Lantas pedoman mana lagi yang akan dipakai? Kerajaan majapahit sangat mengakui agama sebagai individual power controlling. Nampaknya sudah banyak orang sombong di Indonesia. Menurut Rasulullah, sombong itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan.

Ketika kemerdekaan dikumandangkan, seakan-akan penjajah dalam negeri mulai bangun. Mereka membentuk koporatkrasi dengan jaringan terbesar di dunia. Entah apa yang mereka rencanakan. Membuat anak negeri lupa akan sejarah dan takut akan landasan hidupnya.

Think twice!
Now its our time!
Semua berasal dari perut, nafsu yang tak terkendali. Tidak semua orang harus kaya. Perbedaan itu indah apabila dikelola dengan baik. Pola interaksi kemanusiaan yang baik dan saling menghargai adalah kuncinya. Memegang teguh agama untuk membela kebenaran dan menumpas kejahatan adalah cara Islam menebarkan kebaikan ke seluruh alam tanpa memaksakan kehendak, kecuali memang dipaksa untuk membela diri..

Sumber ekonomi yang dikelola oleh Islam merupakan keindahan yang sejuk. Setiap orang tidak harus menjadi pemimpin, setiap orang tidak harus menjadi ulama. Tetapi saling memahami serta menguatkan tujuan hidup adalah kewajiban antar sesama.

Saat ini sistem yang mengelola perut manusia telah berevolusi setelah menghadapi berbagai badai krisis. Sistem itu adalah sistem ekonomi syariah bukan untuk membunuh para pendeta, biarawan, maupun tuhan-tuhan selain Islam. Tetapi untuk memperbaiki hubungan manusia dengan saling berbagi dan tidak mendahulukan ego masing-masing…
Indonesia jaya, impianku!


Salam, Ekonom Rabbani
Ksatria Airlangga


Share:

0 komentar