Aksi Bela Islam: Momentum Perubahan


Peristiwa aksi bela Islam menurut saya adalah aksi heroik terhebat yang pernah saya rasakan. Bagaimana tidak, sekitar belasan aksi yang pernah saya ikuti hanya aksi ini yang tidak merusak fasilitas umum, saling berbagi, dan berjalan sangat khusyu’

Tulisan saya kali ini tidak ingin menambah kebisingan media yang sudah ada, namun mencoba menemukan secercah hikmah untuk perbaikan diri yang masih belia ini  karena sungguh besar sekali energi yang dihabiskan untuk aksi ini. Maka setidaknya umat muslim Indonesia harus belajar dari pengalaman yang ada. Karena jika kita gagal memahami fenomena ini, sungguh kerugian yang sangat besar sekali bagi kita.

Dibutuhkan kemampuan yang cukup bagi seseorang untuk berubah menjadi lebih baik. Jika makanan gorengan harus merasakan panasnya wajan agar menjadi matang, pop corn harus meledakkan dirinya untuk menjadi siap santap, maka dari itu dibutuhkan energi yang besar dan kesiapan mental untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik. Mental ini saya sebut dengan learning mental.

Perubahan dimulai saat kita memiliki indra self awareness yang besar terhadap lingkungan. Mental seorang agen perubahan selalu menginginkan kehidupan yang lebih baik dari waktu ke waktu. Stagnasi lingkungan bukanlah bahasa seorang agen perubahan. Apalagi jika ada masalah, dia akan mengambil start terlebih dahulu untuk membereskan masalah yang ada.

“Awareness allows us get outside of our mind and observe it in Action” -Dan Brule-

Setelah pondasi self awareness kokoh, maka penting bagi kita untuk bersikap open mind. Membuka pikiran terhadap kritik yang ada bagi diri kita. Sikap ini lebih terkenal sebagai self acceptance dalam menerima diri ini apa adanya. Looking instead terhadap apa yang terjadi pada diri ini. Apakah ada yang salah, atau buruk dalam diri ini. Terkadang menemukan kesalahan diri ini mudah, tetapi mengakuinya sulit. Inilah sumber masalah dari perbaikan diri. Saat dosa terasa nikmat, saat kesalahan menjadi kebiasaan, inilah kesesatan yang sebenarnya. Pengakuan kesalahan bukanlah simbol kelemahan, tetapi sikap kedewasaan sikap.

“Admiting your mistakes is not a sign of weakness but a sign of maturity”

Setelah fundamental learning mental di atas telah dikuasai, maka langkah terakhir adalah self improvement. Dibutuhkan agenda yang terencana dengan baik dalam menerapkan perubahan. Kesalahan dalam perencanaan sama dengan merencanakan kesalahan. Kesempurnaan dalam aksi adalah penting, namun aksi yang baik adalah aksi yang mampu terlaksana.

Hari ini harus lebih baik daripada hari kemarin. Itulah kata-kata yang sulit dari Rasulullah untuk kita. Jika hari ini sama dengan hari kemarin adalah kerugian, maka kita perlu belajar tentang istiqomah. Cara yang paling mudah dalam menjaga sikap istiqomah adalah melalui pergaulan yang baik. Pergaulan yang baik dapat dibentuk melalui sahabat-sahabat yang soleh, saling menasihati, dan dermawan.
“The first step toward change is awareness. The second step is acceptance” –Nathaniel Branden

Share:

0 komentar