First Day in Sharia Economic Days By FSI FE UI

 First day KIEI SECOND FE UI

Pertama, di acara KIEI Second FSI FE UI dibuka oleh bapak dekan, yaitu pak Jossy P. Moeis. Beliau banyak berbicara perjuangan ekonomi Islam di UI. Karena saat ini ekonomi konvensional telah hilang nyawanya dengan semakin banyaknya permasalahan di ekonomi konvensional yang belum mendapatkan solusi yang pasti. Selain itu, setelah dianalisis, ekonomi konvensional tidak melibatkan aspek-aspek ketuhanan sehingga perlu menghadirkan Tuhan di kampus yang kapitalis ini. Namun Universitas Indonesia memiliki pandangan yang berbeda dalam mengkaji ekonomi Islam. Bila di Universitas Islam memandang dari fikih yang mendalam, ekonomi Islam Universitas Indonesia memiliki pembahasan yang lebih luas, (tapi masih lebih settle ekis UA dong, hehehe…) yaitu lebih kearah kebijakan ekonomi, sistem ekonomi, serta yang sangat ditonjolkan adalah perbandingan antara ekonomi Islam dan konvensional.  Sekarang pembangunan ekonomi yang timpang menjadi sebuah PR khusus kita. MP3EI yang digadang-gadang oleh pemerintah, menjadi sebuah alat untuk semakin menjadikan orang kaya semakin kaya dan orang miskin semakin miskin. Semakin banyak orang yang miskin tentu akan menjadikan sebuah bangsa terpuruk. Inilah yang harus kita selesaikan, kemiskinan semakin memburu …

Kemudian masuk ke acara seminarnya …

Peluang dan Tantangan Ekonomi Syariah
Menurut penelitian Mc Kinsey bahwa Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi yang besar di dunia. Bila dilihat dari segi sistem ekonomi, sistem ekonomi konvensional telah mengalami kemunduran. Sejak ekonomi klasik zaman Adam Smith hingga neoklasik – yang sekarang lebih dikenal dengan mazhab Keynesian – masih mengalami berbagai goncangan ekonomi. Bahkan di akhir abad 21 ini goncangan ekonomi ini semakin sering terjadi. Memang secara normal mazhab “tangan bebas” Adam Smith seharusnya berlaku. Namun kenyataannya hal ini menjadi sebuah bumerang ketika krisis besar-besaran terjadi pada tahun 1930. Kemudian sistem Keynesian yang mengaku sistem yang adil mengatakan bahwa ekonomi yang adil adalah ekonomi yang bebas namun dengan intervensi pemerintah. Namun kita bisa melihat berbagai hasilnya pada beberapa tahun belakangan ini. Sebuah peringatan keras mengenai hal ini adalah “krisis mana lagi yang engkau dustakan?”

Sebenarnya sistem ekonomi dari Adam Smith hingga sistem ekonomi Keynesian secara konsep hampir sama dengan sistem ekonomi Islam. Ketika tidak ada kecurangan dan kegagalan pasar memang sebuah pasar harus bebas dan ketika ada kegagalan pasar pemerintah ikut intervensi dalam pasar. Namun satu hal yang dilupakan oleh sistem ekonomi konvensional tersebut, yaitu cara membangun manusia yang tepat. Bagaimanapun tujuan yang ingin dicapai namun dengan cara yang salah maka langkah-langkahnyapun akan menghasilkan keburukan.

Sebuah masalah mendasar dari ekonomi Islam adalah pada Sumber Daya Manusianya (SDM). Menurut Wahyu Dwi Agung ada dua hal yang perlu diperhatikan pada setiap SDM di ekonomi Islam, yaitu profesionalitas dan integritas. Menurutnya, SDM lulusan institusi-institusi keagamaan memiliki integritas yang tinggi namun profesionalitas yang rendah. Hal ini yang menyebabkan banyak sekali alumni-alumninya tidak bisa melanjutkan pekerjaan di lembaga-lembaga keuangan syariah. Sebaliknya, SDM lulusan institusi-institusi nonagama memiliki profesionalitas yang tinggi, namun memiliki integritas yang rendah. Hal inilah yang menjadi rintangan bagi setiap industri ekonomi syariah di Indonesia ini.

Permasalahan SDM yang sangat rumit ini tentu merupakan sebuah ‘pekerjaan rumah’ tersendiri bagi Indonesia. Pertumbuhan perbankan syariah yang tinggi memang boleh dibanggakan, tetapi melihat market share atau seberapa besar aset bank syariah dari total aset bank di Indonesia masih sebesar 5%. Hal ini menunjukkan bahwa perjuangan ekonomi Islam ini sangatlah panjang.

Ramalan Mc Kinsey bisa jadi benar, bisa jadi salah. Yang jelas itu adalah ramalan berdasarkan kondisi saat ini. Dunia global memanglah dinamis sehingga pada akhirnya kata-kata manis ini sering membuat beberapa orang menangis. Oleh karena itu melihat anak tangga yang masih jauh tentu memerlukan usaha yang lebih keras untuk melawan berbagai badai yang sering menghalau kita.

Ekonomi Islam memiliki bahasa Inggris Islamic Economic. Secara etimologi Islamic bila dijadikan bahasa arab menjadi Islamiy yang berarti secara Islam atau dengan kata lain adalah bersifat Islam. Oleh karena itu para SDM ekonomi Islam untuk membangun ekonomi Islam memerlukan aqidah yang mengakar tajam hingga pikiran, dan disokong oleh etika-etika Islam. Tentu setiap orang yang memiliki kemampuan ini memberikan daya tarik kepada orang disekitarnya karena Islam merupakan agama yang memberikan rahmat bagi semesta. Berikut adalah bukti bahwa masyarakat disekitar Islam memiliki ketertarikan kepada negara-negara muslim.




Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa kepercayaan masyarakat non-middle east untuk menanmkan sukuknya lebih besar daripada negara timur tengah itu sendiri.

Kedahsyatan ekonomi Islam pada dasarnya selain melaksanakan muamalah sesuai dengan syariah, ia juga melaksanakan filantropi yang disebut dengan zakat. Zakat merupakan instrument yang memisahkan antara kepentingan kehidupan dunia dan akhirat, atau kepentingan yang mencari profit dan kepentingan non-profit. Menurut Banu Muhammad, bahwa penelitian yang dilakukan oleh Pusat Ekonomi Bisnis Syariah (PEBS) FE UI menemukan tingkat kepercayaan kepada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) lebih rendah daripada swasta. Hal ini menunjukkan bahwa selain membentuk mindset para akademisi dan praktisi ekonomi syariah, diperlukan pula sosialisasi kepada masyarakat terhaadap konsep-konsep ekonomi Islam.


Oleh karena itu gerakan sosialisasi ekonomi Islam telah dimulai sejak tahun 2000 oleh mahasiswa yang kemudian memiliki nama (Forum Silaturrahim Studi Ekonomi Islam) FoSSEI. Pada bulan November kemarin telah disahkan Gerakan Ekonomi Syariah (GRES!) oleh presiden Indonesia. Pihak mahasiswa melalui FoSSEI ini telah membangun Kelompok Studi Ekonomi Islam sebanyak 130 di 130 Perguruan Tinggi di Indonesia dalam 22 propinsi, 16 regional, dan telah menghasilkan 21.000 mahasiswa ekonom rabbani. Selain itu menurut Banu Muhammad (ketua PEBS FE UI) mengatakan bahwa permintaan SDM industri ekonomi Islam masih tinggi hingga 2018.

Share:

0 komentar