Peran Prinsip Ekonomi Islam dalam Liberalisasi Ekonomi



Peran Prinsip Ekonomi Islam dalam Liberalisasi Ekonomi
Oleh: Khoirul Zadid Taqwa

Sejak dahulu banyak sekali gagasan akan pembentukan sebuah aliansi ekonomi terutama setelah berbagai resesi. Sebuah gagasan yang sangat efektif guna meningkatkan tingkat efisien perekonomian negara adalah dengan liberalisasi ekonomi. Dalam kenyataannya sebuah negara memerlukan bantuan dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Oleh karena negara-negara di dunia mulai merencanakan penghapusan rintangan yang menghambat hubungan ekonomi antar negara.

Pada awalnya negara-negara ini melakukan kebijakan liberalisasi ekonomi secara regional, seperti European Economic Cooperation (EEC), North America Free Trade Area (NAFTA). Inilah proses untuk membentuk liberalisasi ekonomi secara global. Akan tetapi dalam pelaksanaannya tak seperti yang diperkirakan. Kebijakan tersebut baru-baru ini menemui kebuntuan. Banyak sekali dari negara-negara anggota liberalisasi ekonomi itu mengalami resesi tidak lain karena sistem yang salah.

Pada tahun 80-an sistem yang berlaku adalah sistem kapitalisme. Sistem ini menghendaki liberalisasi, individualisme, humanisme, dan rasionalisme. Sistem ini juga berbasis teori Adam Smith, yakni invisible hand. Padahal buku Adam Smith ini meniru buku buku dari karangan Abu Ubaid yang bernama Al Amwal. Akan tetapi Adam Smith menghilangkan unsur-unsur moral dan tauhid. Maka ketika manusia dilepaskan nafsunya akan harta tanpa kendali moral, agama, dan pemerintah maka yang akan terjadi adalah kegagalan ekonomi itu sendiri.

Setelah kegagalan perekonomian ini, mereka beralih ke sistem lainnya, yakni sistem sosialis. Tema yang diangkat pada era ini adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui penambahan lapangan pekerjaan dan liberalisasi. Akan tetapi karena sistem sosialis ini adalah sistem yang dikuasai oleh negara. Selain itu, peran negara maju di ekonomi bebas memiliki peran yang tinggi maka Amerika memiliki maksud untuk meraup keuntungan dengan menjatuhkan negara berkembang. Mereka selalu menganjurkan negara-negara berkembang untuk mengikuti cara mereka, yakni pangkas anggaran, hapuskan hambatan perdagangan, dan privatisasi. Padahal Amerika sendiri tidak melakukan hal ini dengan menggunakan informasi media yang tidak benar. Akhirnya terjadilah krisis ekonomi pada tahun 1996 hingga tahun 2000.

Akhirnya mereka sadar, bahwa sistem perekonomian memerlukan moral yang baik dalam pengelolaannya. Akhirnya mereka menggunakan sistem ekonomi neoklasik yang biasa dikenal dengan keynessian. Sistem ini lebih diterapkan pada liberalisasi NAFTA. Akan tetapi kebijakan Amerika tetap saja tidak berubah. Akhirnya terjadilah krisis di Amerika yang ditandai dengan jatuhnya Lehman Brothers pada tahun 2008. Tidak hanya itu, kebijakan ini menghasilkan kesenjangan ekonomi yang besar. Bahkan yang sangat memalukan adalah melahirkan kebijakan proteksionisme yang bernama “buy American product”.

Serangkaian peristiwa di atas merupakan bukti atas ketidakmampuan sistem ekonomi non Islam dalam menata perekonomian liberal. Selain itu terlihat juga bahwa terdapat dua variabel dominan yang mempengaruhi liberalisasi ekonomi yakni, variabel ekonomi dan variabel politik.

A. Variabel Ekonomi
Dalam liberalisasi ekonomi, variabel ekonomi merupakan objek dari liberalisasi ekonomi. Variabel ekonomi merupakan variabel dependen yang tergantung kepada yang mengendalikannya. Secara filsafat sebagian besar variabel ini merupakan variabel positif yang sudah jelas antara sebab dan akibat.

Secara teori ekonomi, liberalisasi ekonomi adalah kebijakan yang paling baik untuk mencapai perekonomian yang efektif dan efisien. Sehingga ketika aspek-aspek penghambat perekonomian dihapuskan maka akan terjadi persaingan yang tinggi antar negara. Semakin tinggi persaingan tersebut akan menghasilkan produk-produk yang lebih baik dan efisien. Persaingan ini akan meningkatkan produksi barang dan jasa sehingga meningkatkan daya serap tenaga kerja. Dengan begitu pendapatan perkapita masyarakat akan naik dan masyarakat akan sejahtera.

Apabila liberalisasi ekonomi ini ditinjau dari prinsip-prinsip ekonomi Islam yang bersifat mendasar, maka hal ini memang sangat sesuai dengan prinsip ekonomi Islam dalam mencapai falah. Menurut Muhammad Sharif Chaudry berdasar atas Al Qur’an dan As Sunnah, prinsip ekonomi Islam terdiri dari Allah penentu benar dan salah, penggunaan, prinsip pertengahan, kebebasan,dan keadilan. 

Secara garis besar, ekonomi Islam juga mendukung akan adanya liberalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan dengan ekonomi yang lebih efektif dan efisien. Liberalisasi ekonomi yang dimaksudkan disini lebih mengarah kepada keadilan dalam distribusi kekayaan, barang-jasa, dan kesejahteraan. Agar keadilan ini menjadi lebih sempurna maka dibutuhkanlah moral yang baik dari masyarakat dengan memangkas sektor-sektor yang bersifat spekulasi (maysir), berlebihan (israf), ketidakjelasan (gharar), dan tadlis (tipu daya). Karena sektor-sektor inilah yang membuat perekonomian tidak bisa menjadi efisien bahkan menimbulkan madharat tersendiri yang semakin membesar. Selain itu, perlu juga peran pemerintah dalam mengawasi pasar. Fungsi pemerintah adalah sebagai regulator dan pencegah kegagalan pasar.

B.  Variabel Politik
Politik adalah seperangkat ilmu yang mempelajari bagaimana memerintah negara dengan berbagai kekuasaan yang terdapat pada trias politika. Banyak sekali dari sistem pemerintahan yang kurang jeli dalam membuat skala prioritas kepentingan sehingga kepentingan publik sering terabaikan. 

Hampir sama dengan prinsip ekonomi Islam, prinsip politik Islam mengangkat tauhid, musyawarah, keadilan, kebebasan, persamaan. Bila kita lihat realita, kebijakan luar negeri banyak yang menimbulkan ketidakadilan. Salah satu indikator ketidakadilan adalah ketidakseimbangan antara kepentingan negara dengan kepentingan pasar. Secara historis, terdapat ketidakseimbangan antara peran negara dengan peran pasar. Selain keseimbangan antara kepentingan pasar dan negara, keseimbangan kekuasaan dala liberalisasi ekonomi sangatlah penting.

Kekuasaan antar negara sangatlah penting. Karena tujuan dari liberalisasi ekonomi adalah menghapuskan hambatan ekonomi dan keseimbangan, maka prinsip keseimbangan kekuasaan adalah persamaan kekuasaan antar negara. Baik negara maju maupun negara berkembang harus saling bekerjasama guna mewujudkan kesejahteraan. Kesejahteraan tidak akan terwujud jika terjadi gap antara negara yang meraup keuntungan besar dengan negara berkembang yang meraup keuntungan kecil.

Untuk mendapatkan keuntungan tersebut seringkali para pejabat negara mulai tergiur dengan keuntungan yang dapat mereka raup. Hal inilah yang sangat ditakutkan karena telah terjadi di Amerika pada pemerintahan Clinton. Sehingga mereka mulai membuat asyimetric information guna meningkatkan kepercayaan masyakarakat. Hal ini tentu akan membuat economic buble yang menjadi bom waktu dan meledak dengan sangat dahsyat. Oleh karena itu, control masyarakat akan kebijakan dan transparansi pemerintah ini sangatlah diperlukan. Sehingga pemerintah pun tidak bisa menggunakan kekuasaan seenaknya.

Memang potensi akan pasar bebas dan liberalisasi ekonomi sangat menggiurkan semua pihak. Hal ini tentu akan mengakibatkan kegairahan irrasional (irrational exuberance). Mereka banyak yang mengira bahwa dengan berbuat baik (bagi dirinya), mereka berbuat baik (bagi masyarakat). Akhirnya menimbulkan kerakusan para pemegang kekayaan dan jabatan untuk selalu mendapatkan keuntungan bagi dirinya. Padahal dengan memupuk kekayaan bagi dirinya serta tidak mendistribusikannya akan memancing madharat yang beranekaragam sehingga nantinya membuat kehidupan sosial kian memburuk. Tentu moral yang seperti ini semakin menjauh dari prinsip-prinsip di atas.

Oleh karena itu Allah menjamin akhlak yang baik dan adil sesuai dengan tauhid pada Al Qur’an dan As Sunnah. Dan sebagai bukti atas ketidaksesuaian atas apa yang Allah perintahkan maka akan mengakibatkan kegagalan segala kebijakan. Hal ini telah tercantum pada surah An Nahl Ayat 90:
اِنَّ اللهَ يَأْ مُرُ بِا لْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَائِ ذِى القُرْبَى وَيَنْهى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكّرُوْنَ
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat dan Dia melarang berbuatan yang keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia mengambil pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.




References

Chaudry, Muhammad Sharif, 2012, Sistem Ekonomi Islam, Kencana , Jakarta
Stiglitz, Joseph E, 2006, Dekade Keserakahan, Marjin Kiri, Tangerang
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya, Yayasan Penyelenggara/ Penterjemah Al-Qur’an, Jakarta, 1985)
Alamsyah Ratu Perwira Negara, Islam dan Pembangunan Politik di Indonesia, (Jakarta: Haji Masagung, 1987)
Din Syamsudin, Islam dan Politik Orde Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001)
Al Qur'an

Share:

0 komentar